jurnalzone.id , JAKARTA – Mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI) asal Aceh, Fachrul Razi mengaku heran dengan penambahan jumlah reses di masa persidangan terakhir dari periode keanggotaan DPD RI. Dirinya mengingatkan pimpinan DPD RI masa bakti 2024-2029 bahwa penambahan masa reses tersebut berpotensi menjadi masalah hukum.
Fachrul yang menjadi anggota DPD RI dua periode sejak 2014 hingga 2024 itu mengaku sebelumnya tidak pernah terjadi masa reses yang ditambah di masa persidangan terakhir dari periode keanggotan DPD RI. Karena sesuai aturan perundangan, masa reses DPD RI harus mengikuti masa reses DPR RI. Sehingga khusus di masa persidangan terakhir, reses hanya empat kali, bukan lima kali.
“Saya dengar dari kawan saya di DPR RI, kalau ada yang heran dengan DPD RI yang menambah jadwal reses di tahun 2024 ini. Padahal dulu, tidak pernah. Saya ingat tahun 2019 kita reses empat kali. Tahun berikutnya baru lima kali dalam satu tahun, sama dengan DPR RI. Karena ini implikasinya terhadap anggaran yang bersumber dari APBN,” ujarnya, Jumat (10/01/25).
Artinya, lanjut mantan Ketua Komite I itu, domainnya adalah penggunaan uang negara, dimana Pasal 3 Ayat (1) UU Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN, disebutkan bahwa keuangan negara dikelola secara tertib, taat pada peraturan perundang-undangan, efisien, ekonomis, efektif, transparan dan bertanggung jawab dengan memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan.
“Apalagi bila kita mengacu kepada UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, disebut di Pasal 3 Ayat (3), bahwa setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBN/APBD jika anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia,” urai pendiri FRASA & Partner Lawfirm.
Direktur Eksekutif Meta Politik Indonesia itu juga mempertanyakan tugas dan fungsi legislasi DPD RI bila masa reses tidak mengikuti jadwal yang sama dengan DPR. Karena implikasinya terhadap pembahasan RUU di DPR. “Karena itu UU MD3 berbunyi masa reses DPD mengikuti DPR, agar bisa selaras dalam proses legislasi dalam kontek pembahasan RUU. Jangan sampai DPR bahas RUU, DPD sedang reses.
“Apalagi anggota DPD itu disumpah untuk taat menjalankan UU. Dan UU MD3 menyatakan reses DPD harus mengikuti reses DPR. Tahun 2024 ini DPR reses empat kali. Kenapa DPD bisa lima kali. Ini bisa saja dianggap sebagai pelanggaran perintah dan amanat UU lho. Saya sebagai anggota yang pernah duduk dua periode hanya mengingatkan saja, karena masyarakat juga mengawasi kinerja parlemen di Senayan,” pungkas alumni Universitas Indonesia (UI).
Seperti diketahui, dalam periode kepemimpinan DPD selama ini, reses hanya empat kali dilaksanakan di masa persidangan terakhir dari periode keanggotaan. Sehingga, pada masa jabatan 2019-2024, jadwal dan acara persidangan DPD RI di tahun sidang 2019-2020 hanya menjalankan reses empat kali, sama dengan DPR RI.
Tetapi, di era pimpinan DPD RI masa jabatan 2024-2029, jadwal dan acara persidangan DPD RI di tahun sidang 2024-2025 diputuskan reses lima kali, karena terhitung dua masa reses di bulan Oktober dan Desember 2024, ditambah tiga kali reses di tahun 2025 di bulan Februari, April dan Juli mendatang.(@red)
Komentar