oleh

Lokal Dalam Perubahan Sistem Politik

-Kepri-479 views

Oleh: Dr. Firman Tobing

Akademisi/Anggota Pusat Analisa Kebijakan Hukum & Ekonomi Indonesia

POLITIK

Tidak bisa dipungkiri, terjadinya perubahan hubungan antara negara (dalam hal ini pemerintah) dengan elit politik lokal menyusul runtuhnya pemerintahan Orde Baru medio Mei 1998 yang melahirkan era reformasi sekaligus memberikan peluang untuk berlangsungnya demokratisasi ‘baru’ di Indonesia. Proses demokratisasi yang salah satunya diwujudkan dengan diberlakukannyanya asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah membawa dampak yang mengguncang keberadaan dan peran elit politik lokal yang telah mapan sepanjang rezim Orde Baru berkuasa. Di era demokratisasi dan desentralisasi untuk memperebutkan dan mempertahankan posisi sebagai elit politik lokal harus dilakukan melalui proses kompetisi yang relatif ketat di antara individu-individu yang mengincar posisi tersebut. Hal ini tidak terjadi pada saat rezim Orde Baru berkuasa, di mana peran negara sedemikian dominan, kemunculan dan peran elit poltik lokal tidak bebas dari campur tangan pemerintah.

Harus pula diakui, bahwa perubahan yang terjadi pada sistem politik membawa pengaruh selain terhadap hubungan antara elit dengan massa, juga terhadap hubungan antara elit dengan negara. Perubahan yang berlangsung menjadikan massa tidak lagi sebagai obyek yang pasif dalam hubungannya dengan elit. Demikian pula elit untuk mempertahankan posisinya tidak bisa hanya dengan menyandarkan pada negara (pemerintah), tetapi harus mampu melakukan kalkulasi taktis untuk meraih dan mempertahankan kekuasaan. Selain itu, dapat pula dinyatakan bahwa di kalangan internal elit berlangsung dinamika, di mana masing-masing individu elit saling bersaing untuk mempertahankan posisi dan peranannya. Oleh karena itu, dengan terjadinya perubahan sistem politik, elit politik lokal harus mampu menyusun strategi untuk bisa meraih dan mempertahankan posisi dan perannya.

Elit Politik dan di Ranah Etnis Lokal

Pada hakekatnya membahas elit politik tidak terlepas dari pihak-pihak yang mempunyai kewenangan, dan keberadaan mereka yang mempunyai kewenangan dan akan bermakna manakala dihadapkan pada pihak yang tidak memiliki kewenangan. Elit sebagai kelas yang berkuasa mempunyai kewenangan lebih besar dibandingkan dengan tidak adanya, atau sedemikian kecilnya, kewenangan yang melekat pada massa sebagai kelas atau pihak yang dikuasai, dengan kata lain, seorang individu dapat meraih dan menduduki posisi jabatan tersebut apabila yang bersangkutan mempunyai sumber daya sebagai basis dan mampu mengoptimalkannya sehingga pada gilirannya dapat mengantarkannya sebagai elit politik lokal.

Pada umumnya sumber daya yang berkaitan dengan nilai primordial sulit untuk lepas dari isu etnisitas, terutama di masyarakat sedang berkembang yang memiliki keberagaman etnis yang mengacu pada konsep relasional yang dibentuk secara kolektivitas, maka dalam konteks sumber daya yang berwujud etnisitas terejawantahkan dalam bentuk jalinan relasional antar kelompok orang yang didasarkan pada persamaan di antara mereka. Kelompok-kelompok tersebut mempunyai kepentingan yang sama dan solidaritas yang kuat karena dilandasi asal usul dan keturunan yang sama. Atau dengan perkataan lain mereka disatukan dalam ikatan primodial yang dapat dimanfaatkan secara optimal sebagai sumber daya oleh seseorang yang berupaya merebut posisi jabatan sebagai elit politik di ranah lokal.

Bukan lagi menjadi rahasia umum, para elit akan selalu memanfaatkan fenomena adanya ikatan primordial etnisitas tersebut melalui upaya memobilisasi kelompok-kelompok etnis sekaligus menjadikan salah satu strategi meraih dukungan massa yang dapat menghantarkan kekuasaan dalam genggamannya. Mobilisasi etnis sebagai strategi dapat dilakukan melalui berbagai cara atau teknik, antara lain lewat upaya pemekaran wilayah atau daerah yang sudah barang tentu membawa dampak semakin besarnya kewenangan yang melekat pada pemerintah daerah.

Dalam kaitannya dengan etnisitas, pembentukan pemerintah daerah baru melalui proses pemekaran wilayah ternyata mempunyai kaitan yang relatif erat dengan isu primordial. Sehubungan dengan isu tersebut, upaya pemekaran wilayah pemerintahan tidak jarang dikaitkan dengan isu putra daerah. Hal ini biasanya terjadi pada kasus di mana pemekaran wilayah terjadi di wilayah yang relatif kental warna etnisitasnya. Pada kasus pemekaran wilayah yang dilakukan atas dasar alasan etnisitas, isu putra daerah biasanya dimunculkan oleh kelompok etnis yang mengusulkan pemekaran wilayah. Dihembuskan wacana bahwa yang paling layak dan tepat menjadi pejabat politik di wilayah pemekaran adalah mereka yang berpredikat putra daerah, dan mereka sebagai putra daerah harus menjadi tuan rumah di wilayah sendiri.

Di lihat dari sisi hubungan yang berlangsung antara struktur yang ada di era pasca Orde Baru dengan elit politik lokal sebagai pelaku menunjukkan adanya hubungan yang saling mempengaruhi, dan tidak terpisahkannya antara elit politik lokal sebagai pelaku dan struktur yang ada, dan di sisi lain struktur yang ada di era reformasi mempengaruhi tindakan elit politik lokal dalam konteks memberi peluang berkompetisi untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Demikian pula elit politik lokal, sebagai pelaku, berupaya menunjukkan kreativitasnya untuk mempengaruhi struktur melalui upaya penyiasatan agar memperoleh kemenangan dalam kompetisi perebutan kekuasaan. SELAMAT BERPILKADA.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed