oleh

“QUO VADIS” PENEGAKAN HUKUM DALAM ERA GLOBALISASI

-Nasional-1,117 views
Oleh: Dr. Firman Tobing
Akademisi & Anggota Pusat Analisa Kebijakan Hukum & Ekonomi Indonesia
Di dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) memang tidak dijumpai suatu pasal yang langsung menjadi dasar pembentukan suatu tatanan hukum baru di tanah air, namun jika kita melihat pada isi pembukaaan UUD 1945 tentang empat pokok pikiran manajemen nasional dan empat pokok tujuan negara serta prinsip negara hukum dan pemerintahan konstitusional yang dideskripsikan dalam penjelasaannya, dapat dijadikan dasar bagi perumusan konsep strategi pembaruan dan pembinaan hukum nasional.
Dalam kerangka UUD 1945 tujuan hukum dirumuskan untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, dan seterusnya atau dalam ungkapan Cesare Beccaria seorang filsuf hukum berkebangsaan Italia yang mengatakan bahwa tujuan hukum adalah memberikan kebahagiaan besar bagi sebanyak mungkin orang, to provide the greatest happiness devided among the greatest number.
Sejatinya, pembangunan sistem hukum nasional Indonesia harus diarahkan kepada hukum yang mengabdi kepada kepentingan nasional yang dapat dijadikan dasar untuk menjamin rasa yang ada pada masyarakat, seperti terwujudnya kepastian hukum, ketertiban hukum dan perlindungan hukum.
Dalam bahasa para ahli filsafat zaman pencerahan, hukum tidak boleh hanya merupakan alat bantu untuk mencapai rasionalitas, akan tetapi hukum itu sendiri harus rasional, yang mampu mewujudkan tujuan kehadiran dan tujuan hukum itu sendiri, yang harus didukung pula oleh tindakan yang efisien dari perangkat pelaksanaan hukum.
Pembangunan sistem hukum harus pula diartikan bahwa hukum sebagai pranata suatu peraturan perundang-undangan maupun hukum sebagai lembaga dalam arti organisasi penegak hukum, pembaruan terhadap bidang ini didasarkan pada kenyataan bahwa selama orde baru hukum cenderung digunakan sebagai alat penguasa, sebagai alat legitimasi atau pembenar terhadap tindakan-tindakan pemerintah, dengan kata lain hukum telah terkooptasi oleh dan “membudak” kepada kekuasaan penguasa, sehingga hukum cenderung melayani kemauan dan kehendak penguasa dan “elit” tertentu.
Dalam tataran normatif UUD 1945 telah merumuskan bahwa Indonesia adalah negara hukum bukan negara berdasarkan kekuasaan.
Rumusan tersebut menjelaskan adanya jaminan terhadap tatanan hukum, asas persamaan yang mengimplikasikan asas kebebasan, asas demokrasi, dan asas pemerintahan berfungsi mengabdi kepada rakyat.
Bertitik tolak dari hal tersebut, dapat dikatakan bahwa yang ingin diperjuangkan oleh negara Indonesia adalah negara berdasar atas hukum, di dalamnya semua penggunaan kekuasaan harus selalu berlandaskan hukum, dan dalam kerangka batas-batas yang ditetapkan oleh hukum a fortiriori untuk penggunaan kekuasaan publik.
Jadi pemerintahan yang dikehendaki adalah pemerintahan berdasarkan hukum. Dalam sebuah negara hukum, hukum mempunyai fungsi primer
Penegakan Hukum vs Globalisasi
Harus diakui bahwa perubahan yang sangat cepat di dalam kehidupan masyarakat akibat globalisasi dan perubahan sosial telah menimbulkan ketegangan dan keresahan sosial (social unrest and social tention), berbagai fenomena muncul silih berganti, hukum dituduh ketinggalan jaman dan tidak memenuhi rasa keadilan masyarakat, penegak hukum dianggap tidak profesional, adresat (subjek hukum) norma dianggap tidak sadar hukum, lembaga peradilan didakwa tidak dapat menggali nilai-nilai yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, diskresi muncul secara tidak terkendali, DPR dilecehkan, Hakim didakwa menyalahgunakan kebebasan dan sebagainya.
Atas dasar asumsi tersebut penegakan hukum aktual (actual enforcement) akan semakin jauh dari penegakan hukum ideal (total enforcement and full enforcement), hukum hanya melindungi yang powerfull, pelanggaran Hak Asasi Manusia akan terus berlanjut dan seterusnya.
Di sinilah masalah kepastian hukum, ketertiban hukum dan perlindungan hukum dirasakan sebagai suatu kebutuhan yang pada dasarnya mengandung dua hal yakni aman (jasmaniah) dan tenteram (rohaniah), yang semuanya dapat dicakup dalam tujuan hukum yaitu kedamaian (the function of law is to maintain peace).
Dalam konteks globalisasi, penegakan hukum harus diartikan dalam kerangka tiga konsep, seperti konsep penegakan hukum yang bersifat total (total enforcement concept) yang menuntut agar semua nilai yang ada di belakang norma hukum tersebut ditegakkan tanpa kecuali, konsep yang bersifat penuh (full enforcement concept) yang menyadari bahwa konsep total perlu dibatasi dengan hukum acara demi perlindungan kepentingan individual dan konsep penegakan hukum aktual (actual enforcement concept) yang muncul setelah diyakini adanya diskresi dalam penegakan hukum karena keterbatasan-keterbatasan, baik yang berkaitan dengan sarana dan prasarana, kualitas sumber daya manusia, kualitas perundang-undangannya dan kurangnya partisipasi masyarakat.
Dalam era globalisasi, hukum harus dapat berperan sebagai mekanisme pengintegrasian yang dapat mempersatukan berbagai dimensi kepentingan seperti kepentingan antar internal bangsa, yaitu kepentingan individual (individual interest) yang berkaitan dengan kepribadian seperti kebebasan, perkawinan, kepentingan substantif, yang menyangkut kepentingan publik (public interst) yang terdiri atas kepentingan negara sebagai badan hukum dan negara sebagai pelindung kepentingan sosial dan kepentingan masyarakat (social interest) yaitu kemanan, politik dan sebagainya, antar kepentingan nasional dengan kepentingan internasional, hal ini menjadi penting karena interdepensi, interaksi dan interkoneksi antar negara yang semakin meningkat dalam pelbagai aspek kehidupan, antar sektor kehidupan nasional.
Pada akhirnya secara umum dapat disimpulkan bahwa penegakan hukum yang dapat menjamin kepastian hukum, ketertiban dan perlindungan hukum pada jaman modern dan globalisasi ini ini hanya dapat terlaksana apabila berbagai dimensi kehidupan hukum selalu menjaga keselarasan, keseimbangan dan keserasian antara moralitas sosial, moralitas kelembagaan dan moralitas sipil yang didasarkan oleh nilai-nilai aktual di dalam masyarakat beradab, baik nasional maupun internasional.
Dalam era globalisasi orang tidak mungkin lagi hanya mengoperasionalkan nilai-nilai domestik, sebagai contoh dalam hal trend kejahatan internasional, kejahatan hak asasi manusia, dan trend baru yaitu dimensi perlindungan korban kejahatan (victim dimention) Dimensi baru ini tidak hanya menimbulkan gerakan untuk lebih memperhatikan korban dalam access to justice, tetapi muncul gerakan yang menumbuhkan apa yang disebut restorative justice yang menempatkan peradilan pada posisi sebagai mediator.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed