oleh

REFORMA AGRARIA MENUJU KESEJAHTERAAN RAKYAT

-Nasional-808 views
Oleh: DR. FIRMAN TOBING
ANGGOTA PUSAT ANALISA KEBIJAKAN HUKUM DAN EKONOMI INDONESIA
Tidak bisa dipungkiri bahwa pola pelaksanaan pembangunan di Indonesia selama pemerintahan Orde Baru banyak dipengaruhi oleh pemikiran teori modernisasi, yang dicirikan dengan arah pembangunan ekonomi untuk mengisi kematangan struktur perekonomian nasional, dengan indikasi semakin menurunnya pangsa relatif sektor pertanian, dan semakin meningkatnya pangsa relatif industri dan jasa.
Sejalan dengan kondisi tersebut pemerintah mengharapkan terjadinya permintaan tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian semakin inelastis, sehingga ada dorongan tenaga kerja untuk keluar dari sektor pertanian yang pada ada akhirnya terjadi keseimbangan tenaga kerja yang bekerja di berbagai sektor ekonomi.
Bertitik tolak dari hal tersebut, memunculkan permasalahan ketika transformasi struktur ekonomi nasional tidak diikuti oleh transformasi ketenagakerjaan, sehingga walaupun sumbangan sektor pertanian terhadap perekonomian nasional menurun dari tahun ke tahun.
Harus diakui bahwa dari fenomena tersebut, sektor pertanian yang harus menanggung beban tenaga kerja, yang secara kuantitatif bertambah jumlahnya, sementara itu lahan pertanian cenderung makin berkurang karena proses alih fungsi lahan pertanian ke penggunaan non-pertanian tidak dapat diimbangi oleh kegiatan pencetakan areal pertanian baru, baik dari segi luasan ataupun kualitas lahan.
Sementara itu pola pewarisan dalam masyarakat cenderung makin mendorong fragmentasi lahan, sehingga rata-rata penguasaan lahan oleh petani terus menurun dari waktu ke waktu.
Lahan yang terfragmentasi ini rentan sekali untuk berpindah kepemilikan, akibatnya petani tunakisma (buruh tani) cenderung bertambah dan akumulasi penguasaan lahan pada satu tangan semakin marak terjadi.
Kondisi ini menyebabkan terjadinya ketimpangan struktur agraria di masyarakat sudah pada tahap yang memprihatinkan.
Reforma Agraria Menuju Kesejahteraan
 Paradigma tentang perlunya upaya perbaikan struktur pemilikan di masyarakat sudah berkembang, jauh sebelum Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) dicanangkan pada tahun 1960.
Para pemikir negara ini setelah masa kemerdekaan telah menyadari pentingnya memperbaiki struktur pemilikan lahan di masyarakat, selain berkaitan dengan hak untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik, upaya ini merupakan dasar untuk mengubah struktur ekonomi agraris menjadi struktur ekonomi yang berdasarkan perkembangan industri dan pertanian yang seimbang.
Untuk mencapai keseimbangan di atas, hanya mungkin bila pertanian sudah menjadi basis ekonomi yang kuat di pedesaan, masalahnya sekarang apa yang dicanangkan para pemikir ini tidak secara konsisten dijalankan oleh pelaksana dan perencana pembangunan sesudahnya, bahkan pemberian berbagai kemudahan-kemudahan kepada investor dalam memperoleh lahan melalui berbagai peraturan-peraturan menjadikan dimulainya era lahan menjadi komoditi dengan “embel-embel” kemudahan berusaha bagi investor.
Sejarah telah mencatat kebijakan yang salah arah tersebut telah menyebabkan tiga hal, yaitu, (1) Makin rentannya lahan pertanian dan lahan ulayat milik masyarakat adat berpindah tangan pada investor dalam berbagai bidang usaha, (2) Maraknya sengketa lahan secara vertikal dan horizontal, (3) Berkembangnya penguasaan lahan untuk kegiatan spekulasi. Khusus untuk yang terakhir ini menjadi salah satu penyebab awal dari keruntuhan Pemerintahan Orde Baru.
Reforma agraria yang dilatar belakangi bahwa tanah-tanah yang ada dalam wilayah NKRI merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa, bagi seluruh Bangsa Indonesia yang pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat, namun dalam realitasnya, harus pula diakui masih terdapat berbagai ketimpangan penguasaan dan pemilikan tanah yang terjadi.
Sehingga saat ini pemerintah masih perlu mewujudkan pemerataan struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah untuk meningkatkan keadilan sosial dan kesejahteraan rakyat.
Reforma agraria merupakan mandat konstitusi untuk menata kembali penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan sumber daya agraria, yang dilaksanakan dalam rangka tercapainya kepastian dan perlindungan hukum serta keadilan dan kemakmuran bagi seluruh rakyat Indonesia.
Pengaturan reforma agraria juga diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 86 Tahun 2018, yang dinyatakan sebagai “penataan kembali struktur penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pemanfaatan tanah yang lebih berkeadilan melalui penataan aset dan disertai dengan penataan akses untuk kemakmuran rakyat Indonesia”.
Untuk melakukan reformasi agraria berkaitan dengan tata aturan dalam pemanfaatan lahan ini diperlukan adanya komitmen pemerintah untuk melakukan berbagai perbaikan dalam mengatasi berbagai persoalan yang muncul.
Beberapa catatan penting terkait dalam pelaksanaan reforma agraria, seperti Pertama, lebih memahami bahwa reforma agraria bukan hanya sekedar redistribusi lahan, tetapi harus concern dengan memberikan akses kepada para petani penerima program terkait dengan akses pada permodalan, akses teknologi dan sumber daya alam serta pemberdayaan petani.
Kedua, Objek lahan yang menjadi target redistribusi aset tidak hanya berhubungan dengan tanah negara.
Dalam konteks Indonesia, status tanah milik negara seperti perkebunan/kehutanan maka perlu dijadikan pertimbangan adanya moratorium terkait pemberian ijin ulang atau ijin baru Hak Guna Usaha (HGU) kepada perusahaan agar petani dapat mengakses.
Ketiga, jaminan untuk akses reform dengan memberikan kesempatan kerja, meningkatkan produktivitas pertanian dan pendapatan masyarakat.
Dalam hal ini, sasaran penerima redistribusi lahan harus diberikan kepada para petani yang tidak memiliki lahan/berlahan sempit, tidak bisa dialih fungsikan menjadi lahan non pertanian, bahkan untuk jangka waktu tertentu, lahan tersebut tidak dapat diperjual belikan. Keempat, perlunya pelaksanaan secara berkesinambungan dan terintegrasi dan konsisten terutama dalam implementasi di lapangan.
Kelima, yang tidak kalah penting adalah diperlukan program pendukung dalam pelaksanaan reforma agraria sebagai insentif.

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed