jurnalzone.id , Anambas _ Dikutip dari statemen Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Anambas, Wahyu Tri Handoyo di laman media online Cindai.id berkaitan dengan Hak Pengelolaan (HPL) Transmigrasi di Pulau Jemaja, Kabupaten Anambas berapa hari yang lalu, memicu kritik pedas dari Ketua Umum (Ketum) LSM Cindai Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) Edi Susanto yang juga merupakan putra asli Jemaja, Kabupaten Anambas.
Pada kesempatan tersebut, Wahyu Tri Handoyo menyatakan bahwasanya benar HPL Transmigrasi tersebut berada di Pulau Jemaja. Namun kepala BPN Anambas menyatakan banyak data yang hilang dan batas di lapangan yang tidak jelas.
“Almarhum Hurman mantan kepala BPN tersebut merupakan pegawai sekaligus pejabat BPN Anambas kala itu, dan seingat saya, beliau turun dengan timnya Nasri kisaran 2013 yang lalu. Apa mungkin mereka menghilangkan data HPL Transmigrasi serta tidak ada per tinggal sama sekali atau mereka membuat batas di lapangan asal-asalan sehingga tidak ada kejelasan batas? ” ungkap Edi Cindai (sapaan akrab) pada Senin (24/03/2025).
Almarhum Hurman dan Nasri adalah staf juru ukur BPN pada saat penerbitan sertifikat HPL transmigrasi tersebut. Jadi tentu gambar ukur yang dibuatnya itu meskipun tidak disertai koordinat batas tanah tentu dapat diperkirakan tidak akan jauh dari tapal batas sebenarnya.
“Lagi pula, Pulau Jemaja itu tidak besar dan cerita dari mulut ke mulut masyarakat Jemaja yang menjadi peserta transmigrasi lokal juga mengatakan bahwa lokasi lahan HPL transmigrasi itu adalah sekitar lokasi yang digambarkan oleh Hurman. Kami pun sebagai putra asli Jemaja meyakini disitu letak lokasi lahan HPL transmigrasi,” tambah Ketum Cindai ini.
Lebih lanjut, putra kelahiran Kelurahan Letung, Kecamatan Jemaja ini juga menilai ada keanehan dalam proses pengarsipan di BPN Anambas ini.
“Sungguh aneh jika BPN ridak mempunyai arsip HPL yang telah diterbitkan itu, karena BPN adalah lembaga resmi penerbitan sertifikat HPL. Jika tidak ada pada kanwil BPN Riau sebagai provinsi induk Kepri, kan bisa juga konfirmasi dengan juru ukur BPN yang masih hidup atau kementrian transmigrasi sebagai pemegang hak atas HPL transmigrasi tersebut. Ada banyak cara yang dilakukan oleh BPN untuk memastikan akurasi letak HPL transmigrasi tersebut,” sambungnya.

Edi Cindai juga mengkritisi berkaitan dengan tugas dan tanggungjawab BPN sebagai lembaga pendaftaran dan penerbitan hak atas tanah untuk segera dapat melakukan proses ‘Pengembalian Batas’ atas sertifikat HPL transmigrasi.
“BPN segera lakukan Pengembalian Batas, Guna dapat memberikan kepastian hukum atas lahan masyarakat yang termasuk dan/atau berdampingan berada disekitar HPL Transmigrasi tersebut. Bukan terkesan tidak peduli atas apa yang menjadi tugasnya memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat, karena lokasi lahan HPL transmigrasi itu ditelantarkan dan tidak semua dimanfaatkan secara efektif sebagai mana mestinya. Jika demikian, apa tidak sebaiknya status lahan HPL transmigrasi itu diputihkan dan selanjutnya didistribusikan kepada masyarakat tempatan. Melalui kelompok tani, agar tepat guna dan sasaran,” tuturnya.
“Apakah lahan HPL transmigrasi tersebut dapat dijadikan objek Tora atau PTSL? Jika lahan swasta yang ditelantarkan atau habis masa berlaku sertifikat, maka lahan tersebut dapat dijadikan objek Tora. Bagaimana dengan lahan HPL itu?” tanya Ketum Cindai ini lebih menukik.
“Ada potensi tumpang tindih lahan HPL Transmigrasi dengan lahan milik Bandara Letung dan PT. Kartika Jemaja Jaya (KJJ) yang kami yakini tidak sedikit menyebabkan kerugian negara dari segi pengganti rugian/ pembebasan lahan serta penerbitan HPH PT. KJJ, pihak Aparat Penegak Hukum harus segera masuk dan telusuri lebih mendalam, kami Cindai siap mendampingi dan membantu menyuplai data dan informasi,” tutup Ketum Cindai.
Untuk dapat diketahui, berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor : 83/HPL/BPN/97 tentang Pemberian Hak Pengelolaan atas nama Departemen Transmigrasi dan Pemukiman Perumahan Hutan Atas Tanah di Kabupaten Kepulauan Anambas yaitu di Kecamatan Jemaja dan Jemaja Timur dengan total luas lahan Hak Pengelolaan (HPL) 3.388 Hektar dan Pencadangan 7.500 hektar.(@red)
Komentar