oleh

DINAMIKA POLITIK DINASTI DALAM WADAH DEMOKRASI

-Nasional-1,145 views

Oleh: Dr. Firman Tobing

Akademisi/Anggota Pusat Analisa Kebijakan Hukum dan Ekonomi Indonesia

Dalam perspektif politik tanah air dapat dinyatakan bahwa politik dinasti menjadi tantangan bagi semua elemen politik karena berimplikasi pada terciptanya pemerintahan yang kurang berkualitas. Citra politik dinasti sangat kuat dapat dipastikan akan mengarah pada upaya untuk mempertahankan kekuasaan melalui cara-cara yang kurang baik, seperti mengedepankan kepentingan keluarga/kelompok tertentu, menyalahgunakan kewenangan dan kekuasaan demi tercapainya keuntungan pribadi/golongan.

Pablo Querubin, seorang guru besar di bidang Politik dan Ekonomi New York University mamberikan pandangannnya tentang politik dinasti pada intinya mengarah pada keluarga yang anggotanya memegang kekuasaan politik formal lebih dari satu generasi. Artinya, politik dinasti ini akan menggunakan kekuasaan yang dimiliknya agar tidak lepas dari lingkungan keluarga atau kerabatnya. Terjemahan sederhana yang saat ini mengemuka terkait politik dinasti merupakan upaya seorang pemimpin berdasarkan hasil pemilihan umum, mulai dari tingkat pusat dan daerah yang sedang menduduki jabatan atau yang tengah berkuasa untuk memposisikan anggota keluarganya dan kerabatnya untuk dijadikan pengganti atau sebagai penerus tampuk kekuasaan dan menjadi pemimpin periode berikutnya dan menempatkan kerabat keluarganya dalam posisi strategis dalam pemerintahan. Hal inilah yang menandakan bahwa politik dinasti berdampak kurang baik pada sistem pemerintahan karena lebih mengedepankan regenerasi kekuasaan demi melanggengkan kekuasaan yang didasarkan pada hubungan kekeluargaan, golongan dan kekerabatan.

Di sisi lain, harus pula diakui bahwa fenomena demokrasi yang digaung-gaungkan terutama pada saat mendekati pesta demokrasi lima tahunan. Berbagai penjelasan para pakar terkait wujud demokrasi yang pada ujungnya akan bermuara pada pemahaman bahwa demokrasi dimaknai sebagai pemerintahan terbentuk karena pengejawantahan dari seluruh rakyat sekaligus menjadi simbol kedaulatan rakyat yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan dinamika politik suatu negara. Karakteristik demokrasi Indonesia yang menerapkan konsep bahwa dalam penyelenggaraan suatu negara terkait dengan adanya suatu perwakilan rakyat (legislative) yang dibentuk berdasarkan pemilihan umum yang bersifat langsung, umum, bebas dan rahasia. Selain itu mengharuskan pula adanya organisasi partai politik dan lembaga yang mempunyai tugas melaksanakan undang-undang (executive) dan harus dipertanggungjawabkan kepada rakyat melalui Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Selanjutnya untuk mengatur ketertiban penyelenggaraan pemerintahan diperlukan adanya lembaga yang bertugas menegaskan tata tertib pelaksanaan kekuasaan negara (yudikatif).

Pemilu Sebagai Wujud Kedaulatan Rakyat

Pemilihan umum (PEMILU) yang sering diistilahkan sebagai ajang pesta demokrasi untuk membentuk sistem kekuasaan negara yang berkedaulatan rakyat dan permusyawaratan perwakilan yang digariskan oleh konstitusi atau Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 (UUD 1945). Pemilihan umum adalah kekuasaan yang lahir dari bawah menurut kehendak rakyat dan dipergunakan sesuai dengan keinginan rakyat.

Pergantian pemimpin melalui mekanisme Pemilu sangat dimungkinkan terjadinya persaingan yang ketat bagi calon-calon yang berkeinginan menduduki jabatan politis atau struktural. Oleh sebab itu setiap kandidat sudah pasti akan menyusun strategi untuk mencari dukungan dari masyarakat yang mempunyai hak suara. Selanjutnya dapat dijelaskan pada bagian ini bahwa dalam implementasinya terdapat satu satu alternatif strategi yang sering dilakukan oleh para calon untuk memperoleh kekuasaan atau mempertahankan kekuasaanmelalui strategi yang mengabaikan etika berpolitik, yaitu dengan cara memberi uang kepada masyarakat agar memilih dirinya/kandidat tertentu. Selain praktik seperti itu, hal yang sering tampak dalam dinamika politik Indonesia adalah politik dinasti yang berorientasi pada kekuasaan yang bersifat turun temurun dan kekerabatan. Idealnya, fenomena seperti itu harus dihindari dan tidak dilakukan karena semakin tumbuhnya praktik politik dinasti yang mengedepankan unsur kekeluargaan atau kekerabatan maka proses rekruitmen dan pergantian kepemimpinan di tubuh partai politik tidak berjalan atau stagnan. Hal tersebut tidak sesuai dengan tujuan dan fungsi partai pembentukan politik tanah air.

Pada akhirnya, semua pihak harus menyadari bahwa maraknya politik dinasti yang sangat kental dengan unsur kekerabatan ini berimplikasi pada dinamika partai politik di Indonesia. Partai politik hanya dijadikan alat kendaraan politik yang akan menyumbat fungsi ideal sebuah partai di samping itu partai politik hanya melihat satu aspek saja yaitu memperoleh kekuasaan semata. Dengan cara-cara seperti ini, rekruitmen kader partai politik tidak berjalan ideal karena yang dilihat hanya dari aspek popularitas/kekayaan calon untuk meraih kemenangan. Contoh lain yang cukup fenomenal adalah muncul calon-calon instan dari kalangan selebriti dan pengusaha yang tidak memiliki pengalaman organisasi dan latar belakang pendidikan yang memadai. Hal ini menunjukkan sistem kaderisasi yang tidak berjalan sesuai dengan tujuan partai. Ini memberikan konsekueansi menutup ruang dan peluang masyarakat yang memiliki kompetensi dan integritas untuk bisa mencalonkan diri untuk mendapatkan kesempatan berkompetisi memperoleh kekuasaan. Satuhal yang tidak boleh terjadi di alam demokrasi adalah pusaran kekuasaan berada di lingkungan elite politik yang mengedepankan kekerabatan atau keluarga. Hal ini akan berpotensi memunculkan terjadinya negosiasi dan penyusunan konspirasi kepentingan dalam menjalankan tugas kenegaraan. Jika ini terjadi maka mewujudkan pemerintahan yang bersih akan semakin jauh dari cita-cita bersama dan tidak dapat mewujudkan sistem demokrasi yang sehat. SEMOGA…

 

 

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed