oleh

MENYONGSONG CITA-CITA REFORMASI HUKUM

-Nasional-1,171 views

Oleh: Dr. FIRMAN TOBING

AKADEMISI & ALUMNI LEMBAGA KETAHANAN NASIONAL-RI (LEMHANNAS-RI)

Presiden RI Joko Widodo menegaskan perlu adanya reformasi di sektor hukum Indonesia. Hal tersebut disampaikan Presiden Jokowi menanggapi penetapan Hakim Agung Sudrajad Dimyati sebagai tersangka dalam kasus suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA).

Pernyataan Presiden Jokowi mengindikasikan bahwa upaya untuk mereformasi hukum tidak boleh surut dan harus terus diperjuangkan serumit dan sesulit apapun.

Indonesia yang menganut sistem negara hukum, jelas bahwa hukum merupakan benteng dalam menjaga bangsa ini.

Harus diakui bahwa cita-cita pelaksanaan reformasi hukum yang digaungkan sejak tahun 1998 hingga saat ini telah banyak ternoda oleh berbagai perilaku-perilaku korupsi oknum aparat hukum dan penyelenggara negara.

Pelaksanaan reformasi yang pada awalnya beranjak dari rasa ketidakpuasan masyarakat yang dimotori oleh gerakan mahasiswa menentang pemerintahan di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto yang dikenal dengan era Orde Baru.

Hal itu dilandasi oleh keadaran bahwa sistem hukum yang dikembangkan selama masa orde baru bersifat represif dan hanya menjadi alat legitimasi bagi kekuasaan yang korup.

Hal itu secara tegas dituangkan dalam Ketetapan MPR Nomor X/MPR/1998 tentang Pokok-Pokok Reformasi Pembangunan Dalam Rangka Penyelamatan dan Normalisasi Kehidupan Nasional Sebagai Haluan Negara.

Ketetapan tersebut menyatakan bahwa kondisi umum hukum di Indonesi telah memberikan peluang terjadinya praktik-praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme serta memuncak pada penyimpangan berupa penafsiran yang hanya sesuai dengan selera penguasa.

Reformasi hukum khususnya penegakan hukum terhadap masalah-masalah korupsi pasca reformasi sering mengecawakan.

Banyak kerugian negara yang nyata-nyata ada karena korupsi, tetapi mereka yang didakwa sebagai koruptor kebanyakan hanya dihukum penjara kurang dari lima tahun.

Bahkan dalam setiap proses pemeriksaan terdakwa masih sempat-sempatnya mengacungkan jempol ke awak media sambil mengumbar senyum dengan wajah tanpa dosa.

Padahal kerugian negara akibat tindak pidana korupsi yang dilakukan mencapai ratusan juta dan bahkan milyaran rupiah.

Namun hal sebaliknya terjadi ketika kalangan masyarakat menengah ke bawah melakukan tindak pidana level “kecil” mereka dihukum penjara berbulan-bulan bahkan ada yang di atas lima tahun dan mirisnya, sebelum diproses secara hukum sudah babak belur dihajar massa.

Dengan kata lain, terdapat disparitas hukuman yang sangat menyolok.

Pelaksanaan Reformasi Penegakan Hukum

Penegakan hukum (law enforcement) merupakan usaha untuk menegakkan norma-norma hukum sekaligus termasuk di dalamnya nilai-nilai yang terdapat dibelakang norma tersebut.

Untuk itu, para penegak hukum harus memahami dengan sungguh-sungguh spirit hukum (legal spirit) yang mendasari setiap peraturan hukum yang harus ditegakkan, terutama yang berkaitan dengan berbagai dinamika yang terjadi dalam proses pembuatan peraturan perundang-undangan (law making process).

Terkait dengan situasi dan kondisi penegakan hukum saat ini, tidak berlebihan kiranya jika keadaan tersebut disematkan predikat “darurat hukum” yang memerlukan solusi untuk dapat secepatnya keluar dari situasi dan kondisi ini serta mengatasi berbagai permasalahan hukum yang terjadi pemerintah melalui Keputusan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, (Menko Polhukam) Mahfud MD, Nomor 63 Tahun 2023 Tentang Percepatan Reformasi Hukum yang menetapkan strategi dan agenda yang dijadikan prioritas pelaksanaan reformasi hukum, melakukan koordinasi antar kementerian dan lembaga.

Dalam konteks ini, agenda yang dijadikan prioritas utama adalah melaksanakan reformasi lembaga peradilan dan penegakan hukum, reformasi hukum pada sektor agraria dan sumber daya alam dan pencegahan dan pemberantasan korupsi, termasuk dalam hal ini melakukan reformasi sektor peraturan perundang-undangan.

Pelaksanaan reformasi hukum tentunya tidak terlepas dari beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan penegakan hukum itu sendiri, seperti substansi hukum, struktur hukum, dan budaya hukum dari suatu negara.

Saat ini yang acapkali menjadi sorotan dalam kaitan pelaksanaan reformasi hukum adalah hal-hal yang berhubungan dengan struktur hukum (legal structure), seperti kelembagaan (institusi) pelaksana hukum, kewenangan lembaga personil (aparat penegak hukum) semua ini sangat memiliki pengaruh yang kuat terhadap warna dari budaya hukum.

Hal ini sangat jelas terlihat dari sikap mental yang ditunjukkan, bagaimana hukum itu digunakan, dihindari, bahkan disalahgunakan.

Struktur hukum yang tidak mampu untuk menggerakkan sistem hukum akan berujung pada terciptanya ketidakpatuhan (disobedience) terhadap hukum yang pada akhirnya akan melahirkan budaya menyalahgunakan hukum.

Oleh karena itu, yang menjadi sumber utama dalam menyelesasikan berbagai masalah harus dimulai dari penegakan hukum (law enforcement) dengan penekanan kepada semua pihak bahwa rusaknya pembangunan dalam berbagai bidang diawali dengan tidak tegaknya hukum.

Salah satu contohnya adalah, semakin maraknya perilaku korupsi oknum aparat penyelenggara negara sudah membuktikan menjadi faktor nyata tersendatnya pembangunan.

Di penghujung masa kepemimpinan Presiden Jokowi melalui tim kerja yang dibentuk oleh Menkopolhukam besar harapan bangsa Indonesia agara tim ini mampu melakukan pembenahan besar-besaran, terutama di bidang penegakan hukum melalui berbagai aturan-aturan yang sudah ada (tidak dengan membuat aturan baru).

Dengan demikian, prinsip utama dalam reformasi hukum itu adalah kembali ke Rule of Law dan memposisikan hukum sebagai panglima dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terutama dalam penegakan hukum (law enforcement) yang disebut supremasi hukum (supremacy of law), SEMOGA.

Komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

News Feed